Tanya:
Terkait sepulang berhaji, adakah kewajiban seorang jemaah yg telah menyelesaikan ibadahnya? Bagaimana dalilnya? Bagaimana juga seharusnya seorang jemaah bersikap kepada orang lain? Sebaliknya, bagaimana warga atau tetangga bersikap terhadap orang yg baru saja naik haji?*
Jawab:
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa saja yang menghadiri shalat bersama kami dan bermalam di Muzdalifah hingga bertolak ke Mina, dan sebelumnya dia telah berwukuf di Arafah, baik siang maupun malam hari, maka hajinya telah sempurna dan kewajiban manasiknya telah tertunaikan.” [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, dan selainnya].
Hadits di atas menjelaskan bahwa siapa saja yang telah menunaikan rukun-rukun dan kewajiban manasik hajinya, hajinya telah sempurna dan selesai.
Hanya, memang ada beberapa etika yang perlu diperhatikan oleh orang yang telah menyelesaikan manasik hajinya.
Pertama, diterangkan bahwa siapa yang telah menyelesaikan manasik hajinya, hendaknya dia banyak berdzikir kepada Allah. Kemudian disebutkan bahwa di antara manusia ada yang memohon kebaikan di dunia, namun tidak ada bagiannya di akhirat [Al-Baqarah: 200]. Diterangkan pula ucapan terbaik, yaitu memohon kebaikan di dunia dan akhirat serta dijauhkan dari api neraka [Al-Baqarah: 201]. Oleh karena itu, Imam Al-Hasan Al-Bashry pernah ditanya tentang haji mabrur seraya menjawab, “Dia kembali dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan sangat mengharap kehidupan akhirat.” [Riwayat Asy-Syajary dalam Al-Amaly no. 2481 dan Al-Ashbahany dalam At-Targhib wat-Tarhib no.1072]
Al-Ghazaly menerangkan, “Adalah dia kembali dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan sangat mengharap kehidupan akhirat, serta bersiap untuk berjumpa dengan Rabb Pemilik Ka’bah setelah mendatangi Ka’bah itu sendiri.” [Ihya` Ulumuddin 1/261]
Kedua, disebutkan bahwa Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertakwa [Al-Ma`idah: 27].
Syarat diterimanya seluruh amalan adalah siapa saja yang berada di atas seluruh ketakwaan, termasuk amalan ibadah haji.
Oleh karena itu, di antara ciri amalan yang diterima termasuk ibadah hati, yaitu:
1. Tidak kembali kepada dosa,
2. Bertambah ketaatan.
Para salaf berkata, “Sesungguhnya balasan kebaikan itu adalah perbuatan baik setelahnya, sedang balasan kejelekan adalah perbuatan kejelekan setelahnya.” [Tafsir Ibnu Katsir 2/146]
3. Istiqamah dan teguh di atas ketaatan.
4. Selalu memohon agar amalannya diterima [Al-Baqarah:127].
5. Khawatir jika amalannya ditolak [Al-Mu’minun:60].
Ketiga, diterangkan juga bahwa maksud utama pelaksanaan Ibadah haji adalah untuk menyaksikan berbagai kemanfaatan untuk diri-diri para jamaah haji [Al-Hajj: 28].
Berikut Saya sebutkan secara ringkas sebagian manfaat ibadah haji yang seharusnya selalu mewarnai kehidupan:
1. Memurnikan ibadah kepada Allah.
2. Meninggalkan segala bentuk kesyirikan dan hal-hal yang menodai ibadah.
3. Membiasakan diri untuk berserah diri kepada Allah dan terikat dengan syariat-Nya.
4. Mengagungkan simbol-simbol Allah dan segala hal yang dihormati di sisi Allah.
5. Melatih diri berupa ikhlas, cinta kepada Allah, mengharap dan takut kepada-Nya, rindu untuk selalu dekat dan bermunajat dengan-Nya, serta berbagai jenjang penghambaan lain.
6. Memperdalam kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Mempererat ukhuwah islamiah.
8. Mengikat umat ini kepada para pendahulu mereka yang shalih dari kalangan Nabi dan para pengikutnya yang lurus sehingga menjadi suri tauladan abadi umat ini.
9. Melatih diri di atas akhlak mulia dan kebisaan yang terpuji.
Keempat, selalu bersyukur kepada Allah akan segala nikmat dan anugerah-Nya, termasuk nikmat Allah kepadanya berupa kemudahan menunaikan Ibadah haji. Kesyukuran akan nikmat adalah sebab bertambahnya nikmat tersebut [Ibrahim: 7], dan sebab yang melindungi seorang hamba dari segala bencana [An-Nisa`: 147]. Tentu masih banyak keutamaan syukur dalam uraian Al-Qur`an dan Hadits.
Pada akhir jawaban ini, Saya mengingatkan bahwa bergembira dengan rahmat dan karunia Allah adalah suatu hal yang disyariatkan, bahkan kegembiraan akan rahmat dan keutamaan Allah adalah lebih baik daripada segala dunia yang manusia kumpulkan [Yunus: 58].
Tidaklah diragukan bahwa ibadah haji adalah bagian dari rahmat dan keutamaan Allah.
Termasuk hal yang baik, Kita bergembira dengan kedatangan keluarga, sahabat, tetangga atau siapapun yang baru menunaikan ibadah haji, seraya kita mendoakan kebaikan untuk mereka agar hajinya diterima, dia mendapat pengampunan, serta berbuah surga.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat bergembira dengan turunnya ayat yang menjelaskan diterimanya taubat Ka’ab bin Malik dan dua kawannya. Ini adalah kaidah dalam menyambut baik ketaatan yang diamalkan saudara kita sesama muslim.
Demikian pula jamaah haji yang mendoakan keluarga dan seluruh saudaranya sesama kaum muslimin berupa kebaikan. Karena, di antara waktu terindah bagi seorang hamba adalah saat dia baru selesai melaksanakan berbagai ibadah yang agung.
Wallahu A’lam.
*Dimuat di Harian Fajar, 26 Oktober 2015, dengan beberapa tambahan dari Redaksi.