Sebab-Sebab Kemunculan Terorisme (Dasar-Dasar Pokok Manhaj Terselubung Bag-2)

  • 12 Years ago

Dua : Menjelekkan dan menjauhkan umat dari para ulama yang hakiki.

Telah berlalu sedikit penjelasan bahwa sangatlah besar bahaya yang mengancam umat apabila mereka jauh dari para ulamanya. Karena itu salah satu misi penting dari manhaj terselubung ini adalah menjatuhkan para ulama dan menjauhkan umat dari mereka sehingga dengan leluasa umat ini akan digiring kepada kerusakan dan target-target tertentu yang diinginkan oleh para tokoh manhaj terselubung ini.

Perhatikanlah orang-orang khawarij yang membunuh ‘Utsman bin Affan radhiyallâhu ‘anhu dan yang memerangi ‘Ali bin Abi Thôlib radhiyallâhu ‘anhu. Mereka adalah orang-orang yang menolak nasehat para shahabat dan tidak ada seorang shahabat pun dalam barisan mereka. Inilah ciri para pembuat fitnah dan para pemicu kerusakan di setiap zaman, yaitu melecehkan dan menjauhkan umat dari ulama mereka.

Termasuk di zaman kita ini, para tokoh hizbiyah terselubung tersebut juga telah menempuh cara nenek moyang mereka.

Perhatikan bagaimana Sayyid Quthub menjelekkan ‘Utsman bin ‘Affan, Mu’awiyah, ‘Amr bin Âsh dan sejumlah para shahabat yang lainnya radhiyallâhu ‘anhum[1], tuduhan-tuduhan yang keji penuh kedustaan terhadap para shahabat Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam yang merupakan penyampai wahyu dari Rasulullâhshollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam. Tentunya siapa yang mencerca mereka maka ia telah merubuhkan tonggak Islam.

Hal tersebut tidaklah mengherankan, sebab jangankan para shahabat, Nabi Musa‘alaihis salam juga tidak lepas dari lisan Sayyid Quthub yang kurang adab dan etika baik terhadap seorang Rasul Allah yang merupakan perantara Allah kepada makhluk-Nya dan Allah berbicara langsung kepadanya.

Baca pula ucapan bejat Muhammad Surur terhadap para ulama Ahlus Sunnah, “Dan golongan jenis lain yang hanya mengambil dan tidak punya rasa takut, dan mereka mengikat sikapnya sesuai sikap tuan-tuannya… bila sang tuan[2] meminta bantuan kepada Amerika, maka sang budak[3] tampil gagah dengan menderetkan sejumlah dalil yang membolehkan amalan tersebut… dan bila sang tuan berselisih dengan orang-orang syi’ah Rafidhah Iran, maka sang budak menyebutkan kebusukan orang-orang Rafidhah…” [4]

Dan ia juga berkata -semoga Allah memberikan hukuman yang setimpal terhadapnya-, “Sungguh perbudakan pada masa dahulu sangatlah sepele karena bagi sang budak tuan langsung (terhadapnya). Adapun hari ini, perbudakan adalah suatu hal yang rumit. Dan tidaklah keherananku habis dari orang-orang yang berbicara tentang tauhid sedangkan mereka adalah budak-budak dari budaknya budak yang bernasab budak[5], dan tuannya yang terakhir adalah seorang nashrani.” [6]

Dan seperti biasa Salman Al-‘Audah tidak mau ketinggalan, ia mengeluarkan pernyataan, “…di negara alam Islam pada hari ini terdapat instansi-instansi yang sangat banyak yang tidak ada perkara agama yang tertinggal padanya, padahal kadang ia bertanggung jawab tentang fatwa dan kadang tentang urusan keislaman,tidaklah tertinggal padanya kecuali hanya mengumumkan masuk dan keluarnya bulan Ramadhan…” [7]

Dalam sebuah wawancara, ia menganggap tidak ulama yang bisa dijadikan sebagai rujukan atau acuan, “…dan kejadian-kejadian yang terjadi di Teluk hanyalah menambah tersingkapnya tirai yang menutupi berbagai cacat dan penyakit-penyakit tersembunyi yang kaum muslimin selama ini trauma darinya. Dan saya mempertegas bahwa mereka bukanlah berada pada tingkatan yang pantas menghadapi kejadian-kejadian besar seperti ini. Dan tersingkap pula akan tidak adanya rujukan ‘ilmiyah yang benar dan terpercaya bagi kaum muslimin, dimana (rujukan tersebut) mampu melingkup letak persilangan pendapat dan dapat mengemukakan suatu penyelesaian yang siap lagi benar dan solusi yang telah matang…” [8]

Sebenarnya Salman Al-‘Audah dan yang semisalnya dari kelompok anak muda yang hanya sekedar dibakar semangat belaka tanpa panduan ilmu syar’i dalam pernyataannya di atas, masih mempunyai sedikit rasa malu walaupun bersifat politik. Yang seharusnya ia berterus-terang dan menerangkan kepada manusia bahwa tidak ada rujukan yang benar dan terpercaya kecuali dia dan yang semisalnya!!!.

Namun dalam hal ini, salah seorang teman sepemahamannya, yaitu Safar Al-Hawaly lebih terang-terangan dan lebih berani dari Salman. Ia berkata, “… Ulama kita wahai ikhwan! Cukuplah bagi mereka itu! Cukuplah bagi mereka itu! Kita tidaklah membenarkan segala sesuatu bagi mereka, kita tidak menganggap mereka ma’shûm(terpelihara dari dosa)!!… kami menegaskan, iya!, terdapat pada mereka kekurangan dalam memahami realita, pada mereka terdapat beberapa perkara yang kami menyempurnakannya…” [9]

Dan juga seperti biasanya, tidak akan ketinggalan tokoh teroris masa ini, Usamah bin Ladin yang menganggap bahwa di antara penyakit yang menimpa kaum muslimin sekarang ini adalah ulama yang ia sebut sebagai ulama penguasa. Usamah menyatakan, “Sesungguhnya penyakit kaum muslimin pada hari ini bukanlah pada kelemahan militernya dan bukan (pula) pada kekurangan materi. Penyakit mereka hanyalah pada pengkhianatan para penguasa, kerusakan sistem dan kelemahan para pengikut kebenaran serta diamnya para ulama penguasa akan keadaan tersebut dan mereka condong kepada orang-orang yang zholim dari kalangan pemerintah yang jelek dan penguasa yang rusak.” [10]

Dan tanpa rasu malu, si jahil ini, yang hanya mengerti urusan bangunan dan tidak paham kedetailan agama, dengan penuh kelancangan menyalahkan Syaikh Ibnu Bâzrahimahullâh dalam salah satu fatwanya, Usamah berkata, “Dan kami mengingatkan engkau wahai Fadhîlatusy Syaikh, terhadap sebagian fatwa dan sikap yang engkau menganggapnya tidak ada masalah, namun ia menjerumuskan umat kepada kesesatan sejauh perjalanan 70 tahun.” [11]

 


 

[1] Baca kitab Adhwâ` Islâmiyah ‘Alâ ‘Aqidah Sayyid Quthub wa Fikrihi hal. dan Mathâ’in Sayyid Quthub Fii Ashhâbi Rasulullâh. Keduanya karya Prof. DR. Syaikh Rabî’ bin Hâdy Al-Madkhaly.

[2] Maksudnya adalah pemerintah Saudi, Kuwait dan selainnya

[3] Yang dia maksud adalah ulama Saudi dan selainnya.

[4] Majalah As-Sunnah edisi 23 hal. 29-30. dengan perantara Al-Quthbiyah hal. 89.

[5] Yang dia maksud adalah ulama Saudi.

[6] Majalah As-Sunnah edisi 26 tahun 1413 H hal. 3. dengan perantara Al-Quthbiyahhal. 89.

[7] Dalam kasetnya yang berjudul “Waqafât Ma’a ImâmDârul Hijroh”, dinukil dari kitab Al-Quthbiyah hal. 112.

[8] Majalah “Al-Ishlâh” Uni Emirat Arab no. 223 hal. 11, dinukil dari kitab Al-Quthbiyah hal. 112.

[9] Dalam kasetnya yang berjudul “Fafirrû Ilallâh”, dinukil dari kitab Madârikun Nazhor hal. 391 (pada catatan kaki).

[10] Dalam seruannya dengan tanggal 28/8/1415H yang disebar di segala penjuru -khususnya di alam Internet-.

[11] Dalam seruannya dengan tanggal 27/7/1415H.

  • facebook
  • googleplus
  • twitter
  • linkedin
  • linkedin
Previous «
Next »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

92 − 83 =